Komunitas Intelektual, Religius dan Humanis. Anggun dalam Moral, Ungggul dalam Intelektual, Cakap dalam Amal..
Rabu, 10 April 2013
Senin, 08 April 2013
#UdahPutusinAja
1. pacaran itu menjalin silaturahim | "silaturahim itu hubungan kekerabat, bukan pacaran" #UdahPutusinAja
2. pacaran itu bikin semangat belajar | "semangat belajar maksiat?" #UdahPutusinAja
...
3. pacaran itu buat dia bahagia, itu kan amal shalih | "ngarang, btw, telah bahagiakan ibumu? ayahmu?" #UdahPutusinAja
4. pacaran itu sekedar penjajakan kok | "serius nih penjajakan? ketemu ibu-bapaknya berani?" #UdahPutusinAja
5. kasian kalo diputusin | "justru tetep pacaran kasian, dia dan kamu tetep kumpulin dosa kan?" #UdahPutusinAja
6. kasian dia diputusin, aku sayang dia | "putusin itu tanda sayang, kamu minta dia untuk taat sama Tuhannya, betul?" #UdahPutusinAja
7. putus itu memutuskan silaturahim | "silaturahim itu kekerabatan, sejak kapan dia kerabatmu?" #UdahPutusinAja
8. nggak tega putusin.. | "berarti kamu tega dia ke neraka karena maksiat? apa itu namanya sayang?" #UdahPutusinAja
9. aku nggak zina kok, nggak pegang2an, nggak telpon2an, kan nggak papa? | "nah bagus itu, berarti gak papa juga kalo putus" #UdahPutusinAja
10. aku pacaran untuk berdakwah padanya kok | "ngarang lagi, dakwahmu belum tentu sampai, maksiatmu pasti" #UdahPutusinAja
11. nanti putusin dia gw gak ada yg nikahin gimana? | "pacaran tak jaminan, realitasnya banyak yg nggak nikah sama pacarnya" #UdahPutusinAja
12. berat mutusin | "semakin berat engkau tinggalkan maksiat untuk taat, Allah akan beratkan pahalamu :)" #UdahPutusinAja
13. nanti aku dibilang nggak laku gimana? | "bukan dia yang punya surga dan neraka, abaikan saja" #UdahPutusinAja
14. kalo aku putusin dia, dia ancam bunuh diri | "belum apa2 pake anceman psikologis, dah nikah dia bakal ancem bunuh kamu!" #UdahPutusinAja
15. dia masi ada utang ke aku, berat mutusinnya | "hehe.. kamu ini rentenir ya? kl terusan hutangnya malah nambah" #UdahPutusinAja
16. pacaran itu makan waktu, makan duit, makan hati | mending waktu, duit dan hati diinvestasikan ke Islam, #UdahPutusinAja
17. pacaran memang tak selalu berakhir zina, tapi hampir semua zina diawali dengan pacaran, #UdahPutusinAja
18. pacaran itu disuruh mengingat manusia, bukan mengingat Allah | melisankan manusia bukan Allah, #UdahPutusinAja
19. pacaran itu bikin ribet, dikit2 bales sms, dikit2 telpon, dikit-dikit minta dikirim pulsa (wah, sms mamah baru nih) #UdahPutusinAja
20. pacaran itu dikit-dikit galau, dikit-dikit galau, galau kok dikit-dikit? hehe.. #UdahPutusinAja
21. lelaki, coba pikir, senangkah bila engkau menikah lalu ketahui bahwa istrimu mantan ke-7 laki-laki berbeda? #UdahPutusinAja
22. wanita, coba pikir, inginkah berkata pada suamimu pasca akad kelak "aku menjaga diriku utuh untukmu, untuk hari ini :)" #Udah Putusin Aja#UdahPutusin AjA
1. pacaran itu menjalin silaturahim | "silaturahim itu hubungan kekerabat, bukan pacaran" #UdahPutusinAja
2. pacaran itu bikin semangat belajar | "semangat belajar maksiat?" #UdahPutusinAja
...
3. pacaran itu buat dia bahagia, itu kan amal shalih | "ngarang, btw, telah bahagiakan ibumu? ayahmu?" #UdahPutusinAja
4. pacaran itu sekedar penjajakan kok | "serius nih penjajakan? ketemu ibu-bapaknya berani?" #UdahPutusinAja
5. kasian kalo diputusin | "justru tetep pacaran kasian, dia dan kamu tetep kumpulin dosa kan?" #UdahPutusinAja
6. kasian dia diputusin, aku sayang dia | "putusin itu tanda sayang, kamu minta dia untuk taat sama Tuhannya, betul?" #UdahPutusinAja
7. putus itu memutuskan silaturahim | "silaturahim itu kekerabatan, sejak kapan dia kerabatmu?" #UdahPutusinAja
8. nggak tega putusin.. | "berarti kamu tega dia ke neraka karena maksiat? apa itu namanya sayang?" #UdahPutusinAja
9. aku nggak zina kok, nggak pegang2an, nggak telpon2an, kan nggak papa? | "nah bagus itu, berarti gak papa juga kalo putus" #UdahPutusinAja
10. aku pacaran untuk berdakwah padanya kok | "ngarang lagi, dakwahmu belum tentu sampai, maksiatmu pasti" #UdahPutusinAja
11. nanti putusin dia gw gak ada yg nikahin gimana? | "pacaran tak jaminan, realitasnya banyak yg nggak nikah sama pacarnya" #UdahPutusinAja
12. berat mutusin | "semakin berat engkau tinggalkan maksiat untuk taat, Allah akan beratkan pahalamu :)" #UdahPutusinAja
13. nanti aku dibilang nggak laku gimana? | "bukan dia yang punya surga dan neraka, abaikan saja" #UdahPutusinAja
14. kalo aku putusin dia, dia ancam bunuh diri | "belum apa2 pake anceman psikologis, dah nikah dia bakal ancem bunuh kamu!" #UdahPutusinAja
15. dia masi ada utang ke aku, berat mutusinnya | "hehe.. kamu ini rentenir ya? kl terusan hutangnya malah nambah" #UdahPutusinAja
16. pacaran itu makan waktu, makan duit, makan hati | mending waktu, duit dan hati diinvestasikan ke Islam, #UdahPutusinAja
17. pacaran memang tak selalu berakhir zina, tapi hampir semua zina diawali dengan pacaran, #UdahPutusinAja
18. pacaran itu disuruh mengingat manusia, bukan mengingat Allah | melisankan manusia bukan Allah, #UdahPutusinAja
19. pacaran itu bikin ribet, dikit2 bales sms, dikit2 telpon, dikit-dikit minta dikirim pulsa (wah, sms mamah baru nih) #UdahPutusinAja
20. pacaran itu dikit-dikit galau, dikit-dikit galau, galau kok dikit-dikit? hehe.. #UdahPutusinAja
21. lelaki, coba pikir, senangkah bila engkau menikah lalu ketahui bahwa istrimu mantan ke-7 laki-laki berbeda? #UdahPutusinAja
22. wanita, coba pikir, inginkah berkata pada suamimu pasca akad kelak "aku menjaga diriku utuh untukmu, untuk hari ini :)" #Udah Putusin Aja#UdahPutusin AjA
Kumpulan Beberapa Pribahasa
indonesia & artinya, yang admin ketahui.
Semoga Bermanfaat.
Ada uang abang disayang, tak ada
uang abang melayang.
Hanya mau bersama saat sedang
senang saja, tak mau tahu di saat sedang susah.
Menang jadi arang, kalah jadi
abu.
Kalah ataupun menang sama-sama
menderita.
Bagaikan abu di atas tanggul.
Orang yang sedang berada pada
kedudukan yang sulit dan mudah jatuh.
Ada Padang ada belalang, ada air
ada pula ikan.
Di mana pun berada pasti akan
tersedia rezeki buat kita.
Adat pasang turun naik.
Kehidupan di dunia ini tak ada
yang abadi, semua senantiasa silih berganti.
Membagi sama adil, memotong sama
panjang.
Jika membagi maupun memutuskan
sesuatu hendaknya harus adil dan tidak berat sebelah.
Air beriak tanda tak dalam.
Orang yang banyak bicara biasanya
tak banyak ilmunya.
Air tenang menghanyutkan.
Orang yang kelihatannya pendiam,
namun ternyata banyak menyimpan ilmu pengetahuan dalam pikirannya.
Air cucuran atap jatuhnya ke
pelimbahan juga.
Sifat-sifat anak biasanya menurun
dari sifat orangtuanya.
Berguru kepalang ajar, bagai
bunga kembang tak jadi.
Menuntut ilmu hendaknya sepenuh
hati dan tidak tanggung-tanggung agar mencapai hasil yang baik.
Sepandai-pandai tupai melompat,
sekali waktu jatuh juga.
Sepandai-pandainya manusia, suatu
saat pasti pernah melakukan kesalahan juga.
Tong kosong nyaring bunyinya.
Orang sombong dan banyak bicara
biasanya tidak berilmu.
Tong penuh tidak berguncang, tong
setengah yang berguncang.
Orang yang berilmu tidak akan
banyak bicara, tetapi orang bodoh biasanya banyak bicara seolah-olah tahu
banyak hal.
Tua-tua keladi, makin tua makin
menjadi.
Orang tua yang bersikap seperti
anak muda, terutama dalam masalah percintaan.
Karena nila setitik, rusak susu
sebelanga.
Karena kesalahan kecil,
menghilangkan semua kebaikan yang telah diperbuat.
Bagaikan burung di dalam sangkar.
Seseorang yang merasa hidupnya
dikekang.
Terbuat dari emas sekalipun,
sangkar tetap sangkar juga.
Meskipun hidup dalam kemewahan
tetapi terkekang, hati tetap merasa tersiksa juga.
Sakit sama mengaduh, luka sama
mengeluh.
Seiya sekata dalam semua keadaan.
Malang tak dapat ditolak, mujur
tak dapat diraih.
Segala sesuatu dalam kehidupan
bukan manusia yang menentukan.
Barang siapa menggali lubang, ia
juga terperosok ke dalamnya.
Bermaksud mencelakakan orang
lain, tetapi dirinya juga ikut terkena celaka.
Jauh di mata dekat di hati
Dua orang yang tetap merasa dekat
meski tinggal berjauhan.
Seberat-berat mata memandang,
berat juga bahu memikul.
Seberat apapun penderitaan orang
yang melihat, masih lebih menderita orang yang mengalaminya.
Kamis, 04 April 2013
«« Sampaikan Ilmu Dariku Walau Satu Ayat »»
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
????? ?????? ?????? ?????????
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)
Seputar perawi hadits :
Hadits ini diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash bin Wa’il bin Hasyim bin Su’aid bin Sa’ad bin Sahm As Sahmiy.
Nama kunyah beliau Abu Muhammad, atau Abu Abdirrahman menurut pendapat lain.
Beliau adalah salah satu diantara Al ‘Abaadilah (para shahabat yang bernama Abdullah, seperti ‘Abdullah Ibn Umar,
‘Abdullah ibn Abbas, dan sebagainya –pent) yang pertama kali memeluk Islam, dan seorang di antara fuqaha’ dari kalangan shahabat.
Beliau meninggal pada bulan Dzulhijjah pada peperangan Al Harrah, atau menurut pendapat yang lebih kuat, beliau meninggal di Tha’if.
Poin kandungan hadits :
Pertama:
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyampaikan perkara agama dari beliau,
karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan agama ini sebagai satu-satunya agama bagi manusia dan jin (yang artinya),
“Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah aku ridhai Islam sebagai
agama bagimu” (QS. Al Maidah : 3). Tentang sabda beliau, “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”, Al Ma’afi An Nahrawani mengatakan,
“Hal ini agar setiap orang yang mendengar suatu perkara dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersegera untuk menyampaikannya,
meskipun hanya sedikit. Tujuannya agar nukilan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dapat segera tersambung dan tersampaikan seluruhnya.
” Hal ini sebagaimana sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir”.
Bentuk perintah dalam hadits ini menunjukkan hukum fardhu kifayah.
Kedua:
Tabligh, atau menyampaikan ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terbagi dalam dua bentuk :
Menyampaikan dalil dari Al Qur’an atau sebagiannya dan dari As Sunnah, baik sunnah yang berupa perkataan (qauliyah),
perbuatan (amaliyah), maupun persetujuan (taqririyah), dan segala hal yang terkait dengan sifat dan akhlak mulia Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cara penyampaian seperti ini membutuhkan hafalan yang bagus dan mantap.
Juga cara dakwah seperti ini haruslah disampaikan dari orang yang jelas Islamnya, baligh (dewasa)
dan memiliki sikap ‘adalah (sholeh, tidak sering melakukan dosa besar, menjauhi dosa kecil dan menjauhi hal-hal yang mengurangi harga diri/ muru’ah, ed).
Menyampaikan secara makna dan pemahaman terhadap nash-nash yang ada. Orang yang menyampaikan ilmu seperti ini
butuh capabilitas dan legalitas tersendiri yang diperoleh dari banyak menggali ilmu dan bisa pula dengan mendapatkan
persaksian atau izin dari para ulama. Hal ini dikarenakan memahami nash-nash membutuhkan ilmu-ilmu lainnya,
di antaranya bahasa, ilmu nahwu (tata bahasa Arab), ilmu-ilmu ushul, musthalah, dan membutuhkan penelaahan
terhadap perkataan-perkataan ahli ilmu, mengetahui ikhtilaf (perbedaan) maupun kesepakatan yang terjadi
di kalangan mereka, hingga ia mengetahui mana pendapat yang paling mendekati dalil dalam suatu masalah khilafiyah.
Dengan bekal-bekal ilmu tersebut akhirnya ia tidak terjerumus menganut pendapat yang ‘nyleneh’.
Ketiga:
Sebagian orang yang mengaku sebagai da’i, pemberi wejangan, dan pengisi ta’lim, padahal nyatanya ia tidak
memiliki pemahaman (ilmu mumpuni) dalam agama, berdalil dengan hadits “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”.
Mereka beranggapan bahwasanya tidak dibutuhkan ilmu yang banyak untuk berdakwah (asalkan hafal ayat atau hadits,
boleh menyampaikan semau pemahamannya, ed). Bahkan mereka berkata bahwasanya barangsiapa yang memiliki satu ayat
maka ia telah disebut sebagai pendakwah, dengan dalil hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut.
Menurut mereka, tentu yang memiliki hafalan lebih banyak dari satu ayat atau satu hadits lebih layak jadi pendakwah.
Pernyataan di atas jelas keliru dan termasuk pengelabuan yang tidak samar bagi orang yang dianugerahi ilmu oleh Allah.
Hadits di atas tidaklah menunjukkan apa yang mereka maksudkan, melainkan di dalamnya justru terdapat perintah untuk
menyampaikan ilmu dengan pemahaman yang baik, meskipun ia hanya mendapatkan satu hadits saja. Apabila seorang pendakwah
hanya memiliki hafalan ilmu yang mantap, maka ia hanya boleh menyampaikan sekadar hafalan yang ia dengar.
Adapun apabila ia termasuk ahlul hifzh wal fahm (punya hafalan ilmu dan pemahaman yang bagus),
ia dapat menyampaikan dalil yang ia hafal dan pemahaman ilmu yang ia miliki.
Demikianlah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Terkadang orang yang disampaikan ilmu itu lebih paham dari yang mendengar secara langsung.
Dan kadang pula orang yang membawa ilmu bukanlah orang yang faqih (bagus dalam pemahaman)”.
Bagaimana seseorang bisa mengira bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak paham agama
untuk mengajarkan berdasarkan pemahaman yang ia buat asal-asalan (padahal ia hanya sekedar hafal dan tidak paham, ed)?!
Semoga Allah melindungi kita dari kerusakan semacam ini.
Diterjemahkan dari : “Ta’liqat ‘ala Arba’ina Haditsan fi Manhajis Salaf” Syaikh Ali bin Yahya Al Haddadi
????? ?????? ?????? ?????????
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)
Seputar perawi hadits :
Hadits ini diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash bin Wa’il bin Hasyim bin Su’aid bin Sa’ad bin Sahm As Sahmiy.
Nama kunyah beliau Abu Muhammad, atau Abu Abdirrahman menurut pendapat lain.
Beliau adalah salah satu diantara Al ‘Abaadilah (para shahabat yang bernama Abdullah, seperti ‘Abdullah Ibn Umar,
‘Abdullah ibn Abbas, dan sebagainya –pent) yang pertama kali memeluk Islam, dan seorang di antara fuqaha’ dari kalangan shahabat.
Beliau meninggal pada bulan Dzulhijjah pada peperangan Al Harrah, atau menurut pendapat yang lebih kuat, beliau meninggal di Tha’if.
Poin kandungan hadits :
Pertama:
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyampaikan perkara agama dari beliau,
karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan agama ini sebagai satu-satunya agama bagi manusia dan jin (yang artinya),
“Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah aku ridhai Islam sebagai
agama bagimu” (QS. Al Maidah : 3). Tentang sabda beliau, “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”, Al Ma’afi An Nahrawani mengatakan,
“Hal ini agar setiap orang yang mendengar suatu perkara dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersegera untuk menyampaikannya,
meskipun hanya sedikit. Tujuannya agar nukilan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dapat segera tersambung dan tersampaikan seluruhnya.
” Hal ini sebagaimana sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir”.
Bentuk perintah dalam hadits ini menunjukkan hukum fardhu kifayah.
Kedua:
Tabligh, atau menyampaikan ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terbagi dalam dua bentuk :
Menyampaikan dalil dari Al Qur’an atau sebagiannya dan dari As Sunnah, baik sunnah yang berupa perkataan (qauliyah),
perbuatan (amaliyah), maupun persetujuan (taqririyah), dan segala hal yang terkait dengan sifat dan akhlak mulia Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cara penyampaian seperti ini membutuhkan hafalan yang bagus dan mantap.
Juga cara dakwah seperti ini haruslah disampaikan dari orang yang jelas Islamnya, baligh (dewasa)
dan memiliki sikap ‘adalah (sholeh, tidak sering melakukan dosa besar, menjauhi dosa kecil dan menjauhi hal-hal yang mengurangi harga diri/ muru’ah, ed).
Menyampaikan secara makna dan pemahaman terhadap nash-nash yang ada. Orang yang menyampaikan ilmu seperti ini
butuh capabilitas dan legalitas tersendiri yang diperoleh dari banyak menggali ilmu dan bisa pula dengan mendapatkan
persaksian atau izin dari para ulama. Hal ini dikarenakan memahami nash-nash membutuhkan ilmu-ilmu lainnya,
di antaranya bahasa, ilmu nahwu (tata bahasa Arab), ilmu-ilmu ushul, musthalah, dan membutuhkan penelaahan
terhadap perkataan-perkataan ahli ilmu, mengetahui ikhtilaf (perbedaan) maupun kesepakatan yang terjadi
di kalangan mereka, hingga ia mengetahui mana pendapat yang paling mendekati dalil dalam suatu masalah khilafiyah.
Dengan bekal-bekal ilmu tersebut akhirnya ia tidak terjerumus menganut pendapat yang ‘nyleneh’.
Ketiga:
Sebagian orang yang mengaku sebagai da’i, pemberi wejangan, dan pengisi ta’lim, padahal nyatanya ia tidak
memiliki pemahaman (ilmu mumpuni) dalam agama, berdalil dengan hadits “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”.
Mereka beranggapan bahwasanya tidak dibutuhkan ilmu yang banyak untuk berdakwah (asalkan hafal ayat atau hadits,
boleh menyampaikan semau pemahamannya, ed). Bahkan mereka berkata bahwasanya barangsiapa yang memiliki satu ayat
maka ia telah disebut sebagai pendakwah, dengan dalil hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut.
Menurut mereka, tentu yang memiliki hafalan lebih banyak dari satu ayat atau satu hadits lebih layak jadi pendakwah.
Pernyataan di atas jelas keliru dan termasuk pengelabuan yang tidak samar bagi orang yang dianugerahi ilmu oleh Allah.
Hadits di atas tidaklah menunjukkan apa yang mereka maksudkan, melainkan di dalamnya justru terdapat perintah untuk
menyampaikan ilmu dengan pemahaman yang baik, meskipun ia hanya mendapatkan satu hadits saja. Apabila seorang pendakwah
hanya memiliki hafalan ilmu yang mantap, maka ia hanya boleh menyampaikan sekadar hafalan yang ia dengar.
Adapun apabila ia termasuk ahlul hifzh wal fahm (punya hafalan ilmu dan pemahaman yang bagus),
ia dapat menyampaikan dalil yang ia hafal dan pemahaman ilmu yang ia miliki.
Demikianlah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Terkadang orang yang disampaikan ilmu itu lebih paham dari yang mendengar secara langsung.
Dan kadang pula orang yang membawa ilmu bukanlah orang yang faqih (bagus dalam pemahaman)”.
Bagaimana seseorang bisa mengira bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang tidak paham agama
untuk mengajarkan berdasarkan pemahaman yang ia buat asal-asalan (padahal ia hanya sekedar hafal dan tidak paham, ed)?!
Semoga Allah melindungi kita dari kerusakan semacam ini.
Diterjemahkan dari : “Ta’liqat ‘ala Arba’ina Haditsan fi Manhajis Salaf” Syaikh Ali bin Yahya Al Haddadi
Aku tahu, Aku tak tahu diri.
Aku tahu…………bahwa dunia ini fana, tapi aku mengejarnya
Aku tahu bahwa menuju akhirat adalah perjalanan yang panjang, tapi aku tidak mempersiapkan bekal
Aku tahu bahwa neraka itu benar-benar ada, tapi aku berusaha menjauhinya
Aku tahu bahwa surga itu mahal harganya, tapi aku beramal asal-asalan
Aku tahu bahwa ‘adzab ALLAH itu pedih, tapi aku masih berbuat dosa
Aku tahu bahwa Allah Maha Mengabulkan do’a, tapi aku meminta kepada manusia
Aku tahu bahwa Allah Maha Adil, tapi aku membalas kedhaliman manusia
Aku tahu bahwa harta itu bisa membaut hisabku diakhirat menjadi lama, tapi aku mnegumpulkannya
Aku tahu bahwa waktu adalah nafas yang tiada kembali, tapi aku berbuat sia-sia
Aku tahu bahwa Al-Qur’an itu kelak bisa menjadi hujjah bagiku ( membelaku ) dan bisa menjadi hujjah atasku ( mendebatku ) tapi aku tidak cemas akan hal itu
Aku tahu bahwa do’a orang yang terdzholimi itu tanpa hijab dengan Allah, tapi aku suka menyakiti saudaraku
Aku tahu bahwa kenikmatan dunia bisa jadi istidraj, tapi aku tidak khawatir tentangnya
Aku tahu bahwa penyakit itu menghapus dosa-dosa, tapi aku membencinya
Aku tahu bahwa cobaan itu meningkatkan iman, tapi aku mengeluh tentangnya
Aku tahu bahwa istri/suami adalah manusia, tapi aku menuntutnya sempurna
Aku tahu bahwa setan itu musuh yang ingin mengajakku ke neraka, tapi aku menuruti bisikannya
Aku tahu bahwa azal datang tiba-tiba, tapi aku selalu menunda persiapan
Aku tahu…. Kalau aku tak tahu diri……
Aku tahu bahwa menuju akhirat adalah perjalanan yang panjang, tapi aku tidak mempersiapkan bekal
Aku tahu bahwa neraka itu benar-benar ada, tapi aku berusaha menjauhinya
Aku tahu bahwa surga itu mahal harganya, tapi aku beramal asal-asalan
Aku tahu bahwa ‘adzab ALLAH itu pedih, tapi aku masih berbuat dosa
Aku tahu bahwa Allah Maha Mengabulkan do’a, tapi aku meminta kepada manusia
Aku tahu bahwa Allah Maha Adil, tapi aku membalas kedhaliman manusia
Aku tahu bahwa harta itu bisa membaut hisabku diakhirat menjadi lama, tapi aku mnegumpulkannya
Aku tahu bahwa waktu adalah nafas yang tiada kembali, tapi aku berbuat sia-sia
Aku tahu bahwa Al-Qur’an itu kelak bisa menjadi hujjah bagiku ( membelaku ) dan bisa menjadi hujjah atasku ( mendebatku ) tapi aku tidak cemas akan hal itu
Aku tahu bahwa do’a orang yang terdzholimi itu tanpa hijab dengan Allah, tapi aku suka menyakiti saudaraku
Aku tahu bahwa kenikmatan dunia bisa jadi istidraj, tapi aku tidak khawatir tentangnya
Aku tahu bahwa penyakit itu menghapus dosa-dosa, tapi aku membencinya
Aku tahu bahwa cobaan itu meningkatkan iman, tapi aku mengeluh tentangnya
Aku tahu bahwa istri/suami adalah manusia, tapi aku menuntutnya sempurna
Aku tahu bahwa setan itu musuh yang ingin mengajakku ke neraka, tapi aku menuruti bisikannya
Aku tahu bahwa azal datang tiba-tiba, tapi aku selalu menunda persiapan
Aku tahu…. Kalau aku tak tahu diri……
Langganan:
Postingan (Atom)